Globalisasi; Dalam perspektif keadilan.

    “laissez faire et laissez passer, le monde va de lui mẽme!”

Globalisasai dan pasar bebas menjadi isu yang sangat popular dibicarakan saat ini. Namun, tampaknya masih banyak orang yang belum mengetahui hal apa saja yang terkandung dalam gagasan yang santer dikampanyekan kaum neoliberal itu.

DR. Drajad H. Wibowo mengartikan globalisasi adalah berkurangnya sekat-sekat fisik atau non fisik yang membatasi interaksi antar orang, bangsa, dan Negara yang akan berimplikasi politik, sosial budaya, dan ekonomi. Pilar dalam pengglobalisasian ekonomi adalah pasar bebas dimana Negara-negara diharuskan membuka setiap penghalang teknis (proteksionisme) dalam proses perdagangan. Dan dengan tak adanya penghalang teknis tersebut maka kapasitas pemerintah sebagai “pengendali” pasar berubah menjadi “pengontrol” pasar saja.

Optimisme


Ahli ekonomi inggris Adam Smith, perintis ekonomi modern, adalah seorang pendukung pasar bebas. Dia berargumentasi bahwa perdagangan bebas memungkinkan setiap Negara untuk mengambil keuntungan dari keuntungan komparatif yang dimilikinya. Keuntungan akan dirasakan oleh setiap Negara karena masing-masing memiliki spesialisasi di bidang yang dianggap paling unggul. Wilayah perdagangan bebas yang lebih luas memngkinkan individu dan perusahaan untuk lebih terspesialisasi dan menjadi lebih baik. Bayangkan china yang bisa membuat produk elektronik yang murah meriah dan amerika yang memiliki produk berteknologi tinggi. Dengan globalisasi, penduduk amerika tidak perlu ke china untuk membeli produk elektronik murah dan orang china tetap bisa berada di negaranya untuk memanfaatkan produk berteknologi tinggi-nya amerika. 

Dalam kondisi seperti itu disaat permintaan akan barang meningkat, maka untuk menambah laba, perusahaan harus menyeimbanginya dengan menaikan kurva penawaran. Hal seperti ini yang akan memacu permintaan akan faktor produksi. Dan kenaikan tersebut secara otomatis akan dibarengi dengan kenaikan pendapatan per kapita.


Sisi buruk skenario optimis


Skenario yang dijabarkan tadi seakan begitu sempurna tetapi dalam pelaksanaan di dunia nyata akan ada sisi buruknya. Pertama, banyaknya pekerjaan yang hilang akibat pergerakan (barang) tersebut. Orang-orang amerika akan lebih tertarik dengan membeli produk murah buatan china dibandingkan buatan sendiri. Kedua, ketidak setaraan keuntungan komparatif yang dimiliki. Seperti kita semua ketahui korea adalah Negara yang memiliki pertanian terefisien di dunia. Namun, tetap saja keuntungan korea sebagai Negara yang memiliki keunggulan komparatif di bidang pertanian tidak akan pernah sebanding dengan keuntungan-keuntungan yang di dapat oleh Negara-negara yang memiliki keunggulan komparatif di bidang industri. Ketiga, kematian industri pemula. Karena perbedaan keuntungan yang signifikan antara Negara industri dengan Negara agraria, maka untuk mendapat keuntungan yang lebih besar Negara-negara agraria akan melakukan transisi dengan membangun industi-industri baru. Namun disitulah akan terjadi ketidak-seimbangan persaingan karena perusahaan yang lebih besar pasti memiliki faktor-faktor efisien. Siapa yang bisa memproduksi barang dengan biaya (Fix Cost) rendahlah yang akan bertahan. Keempat, massive unemployment. Dalam persaingan pasar tak terjaga, salah satu kunci utama keberhasilan bersaing adalah efisiensi factor produksi. Pada jaman sekarang manusia berada dalam sisi ekspresi yang paradoks sebagai seorang penjaga mesin. Batas-batas produksi itu perlahan-lahan menghilang. Informasi, otomatisasi, robotisasi, dan revolusi pemprosesan data kemudian menggeser manusia dalam rantai produksi. Revolusi teknologi baru membawa perubahan besar dalam masalah ketenagakerjaan. Pekerja yang tadinya menjadi kekuatan utama produksi telah berubah menjadi pengawas mesin.


Hilangnya Keadilan
Para ahli ekonomi memusatkan perhatian pada bagaimana perdagangan bebas berpengaruh terhadap efisiensi dan pertumbuhan ekonomi. Tetapi, diskusi-diskusi popular lebih memfokuskan pada bagaimana perdagangan yang adil dapat dijalankan.

Banyak hal yang tergerus oleh ketidakadilan dalam ekonomi pasar bebas. Pertama, persaingan antara yang efisien dan yang kurang efisien. Kedua, persaingan antara pemilik keunggulan industri dengan pemilik keunggulan komparatif. Ketiga, persaingan antara industri yang telah lama berdiri (besar) dengan industri pemula (baru).

Sistem perdagangan semacam ini mungkin telah membawa china, India dan beberapa Negara lainnya tumbuh dengan pesat, dan pertumbuhan itu tidak bias dianggap remeh. Namun, tidak semua Negara seberuntung china dan India. Dalam aturan maen yang tidak adil seperti itu akan lebih banyak Negara yang kalah dan lebih banyak orang sekalipun tinggal di Negara yang maju, akan kalah dalam persaingan.

China yang dianggap pemenang pun masih menghadapi persoalan ketidak merataan pembangunan. Para petani di china menderita akibat subsidi yang diberikan amerika dan eropa di bidang pertanian sehingga menurunkan harga produk-produk pertanian. Terjadi pengaruh sebab akibat disini. Pemerintah china akan mengcover kerugian yang diderita sebagian besar petani akibat subsidi pertanian oleh Negara maju. Hal ini menyebabkan dana pembangunan yang sedianya disiapkan untuk membangun struktur dan infrastruktur pun berkurang sehingga pertumbuhan ekonomi pun melambat..

Membangun pola pikir yang adil


Kebijakan neoliberal akan selalu memunculkan preseden deregulasi, pasar yang liberal dan fleksibel. Sebaliknya mereka yang ingin membangun masyarakat akan selalu berhadapan dengan kebutuhan kerangka kerja, dimana bisnis dapat berkembang lewat free competition antar perusahaan.

Jika anda penganut ekonomi pasar, maka konsekuensinya adalah hilangnya kontrol politik; dalam hal ini, walau bagaimanapun pasar sendirilah yang akan menyelesaikan semuanya. Pasar yang tidak terkontrol akan menyebabkan perkembangan negatif sehingga semua orang di dunia harus membayarnya dengan kehilangan yang sangat besar, termasuk kehilangan mata pencaharian.

Globlisasi tidak hanya membuka peluang yang lebih besar pada proses produksi tetapi juga mengakibatkan berbagai bentuk resiko. Dan resiko yang sangat fatal adalah ketika globalisasi hanya diadaptasikan secara sederhana sebagai sebuah proses ekonomi tanpa menuntut keterlibatan pemerintah baik tingkat nasional maupun internasional. Hal ini akan menimbulkan bahaya dengan adanya ekonomisasi politik. Harus ada keseimbangan antara pemikiran politik dengan tindakan ekonomi, dan pemikiran ekonomi dengan tindakan politik.

    "Apakah kita akan bergerak menuju masyarakat dimana segala hal didikte oleh pasar? Apakah kita akan menciptakan suatu masyarakat yang sebagian anggotanya memiliki pekerjaan sedangkan sebagian lainnya pengangguran, atau justru memberikan pekerjaan namun tanpa upah?"

Globalisasi tidak dapat dicegah, juga tidak dapat dipungkiri. Sejauh apapun kita berusaha mencegah hasilnya akan tetap sama. Bukan indikasi pesimisme yang saya utarakan tetapi sebuah pemikiran rasional akan keadaan saat ini. Yang harus kita lakukan adalah bersiap menghadapi globalisasi dan bersama-sama berusaha memodifikasi sistem ini agar dapat berjalan seadil mungkin bagi semua elemen. Dari pasar bebas kita dapat mengambil keuntungan tanpa ada yang dirugikan (simbiosis mutuslistis) asalkan pilar-pilar dasar perekonomian sudah kokoh tertancap. Kita dapat bersama-sama mengembalikan hakekat dasar perdagangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.